Sunday, April 26, 2020

PERAN SUPERVISOR DALAM PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang

Sedang pandangan guru terhadap supervisi yang cenderung negatif mengasumsikan bahwa supervisi merupakan model pengawasan terhadap guru dengan menekan kebebasan guru untuk menyampaikan pendapat. Hal ini dapat dipengaruhi sikap supervisor seperti bersikap otoriter, hanya mencari kesalahan guru, dan menganggap dirinya lebih dari guru karena jabatannya. Kasus guru senior cenderung menganggap supervisi merupakan kegiatan yang tidak perlu karena menganggap bahwa diri mereka  telah memiliki kemampuan dan pengalaman yang lebih.
Karena itu seorang supervisor diharapkan memiliki peranan yang mampu merubah image negatitif seorang guru. Sehingga tercipta sebuah pelayananan supervisi yang nyaman dan tidak memiliki kesan korektif.
  1. Rumusan Masalah
1.      Bagaimana peran dan tugas supervisor dalam sebuah sitem pendidikan?
2.      Bagaimana kriteria supervisor dalam supervisi pendidikan?
  1. Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui peran dan tugas supervisor dalam sebuah sitem pendidikan.
2.      Untuk mengetahui kriteria supervisor dalam supervisi pendidikan.


BAB II
PEMBAHASAN

  1. Peran Supervisor dalam Sistem Pendidikan
Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan utama pendidikan di sekolah, sehingga seluruh aktivitas organisasi sekolah bermuara pada pencapaian efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Oleh sebab itu seorang supervisor dalam memberikan layanan supervisi yang merupakan suatu proses yang dirancangnya secara khusus untuk membantu para guru dalam mempelajari tugas sehari-hari di sekolah, diharapkan dapat membuat layanan secara efektif dan efisien sehingga menjadikan sekolah sebagai masyarakat belajar yang lebih efektif.[1]
Maka peranan supervisor sesuai dengan fungsinya adalah memberi dukungan (support), membantu (assisting), dan mengikut sertakan (shearing). Selain itu peranan seorang supervisor adalah menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga guru-guru merasa aman dan bebas dalam mengembangkan potensi dan daya kreasi mereka dengan penuh tanggung jawab.
Disamping sebagai seorang supervisor dengan berbagai fungsinya, supervisor juga dapat berperan sebagai :
1.      Koordinator.
Sebagai koordinator, ia dapat mengkoordinasikan program belajar mengajar, tugas-tugas anggota staf, dan berbagai kegiatan yang berbeda-beda diantara guru-guru. Seperti : mengkoordinasi tugas mengajar  satu mata pelajaran yang dibina oleh lebih dari 1 guru. Dalam mengkoordinasikan program belajar mengajar, tugas-tugas  anggota staf, berbagai kegiatan yang berbeda-beda di antara guru-guru,  seorang supervisor dapat menyusun rencana bersama, dengan mengikut sertakan anggota kelompok (guru, murid, dan karyawan) dalam berbagai kegiatan, serta memberi bantuan kepada anggota kelompok dalam  menghadapi dan memecahkan persoalan dan lain-lain.
2.      Konsultan
Sebagai konsultan, ia dapat memberikan bantuan, bersama mengkonsultasikan masalah yang dialami guru, baik secara individu maupun secara kelompok. Misalnya: kesulitan dalam mengatasi anak yang sulit belajar, yang menyebabkan guru sendiri sulit mengatasi dalam setiap tatap muka dikelas. Dalam memberikan bantuan, bersama dengan mengkonsultasikan masalah yang dialami guru, baik secara individu maupun secara kelompok, yaitu dengan memanfaatkan kesalahan yang pernah dialaminya untuk dijadikan pelajaran demi perbaikan selanjutnya. Mengarahkan anggota kelompok pada sikap dan demokratis, serta membantu mengatasi  kekurangan ataupun kesulitan yang dihadapi anggota kelompok.[2]
3.      Pemimpin Kelompok
Sebagai seorang pemimpin kelompok, ia dapat memimpin sejumlah staf guru dalam mengembangkan potensi kelompok saat menyusun dan mengembangkan kurikulum. Materi pelajaran dan kebutuhan professional guru-guru secara bersama. Dalam memimpin sejumlah staf guru dalam mengembangkan potensinya pada saat menyusun dan mengembangkan kurikulum, materi pelajaran, dan kebutuhan profesional guru-guru secara bersama, maka seorang supervisor hendaknya mengenal masing–masing pribadi anggota staf guru, baik kelemahan maupun kelebihannya, menimbulkan, dan memelihara sikap percaya antar sesama anggota maupun antar anggota dengan yang lainnya, memupuk sikap, dan kesediaan saling tolong menolong, serta memperbesar rasa tanggung jawab para anggota.
4.      Evaluator
Sebagai evaluator, ia dapat membantu guru-guru dalam menilai hasil dan proses belajar, dapat menilai kurikulum yang dikembangkan. Misalnya: diakhir semester, ia dapat mengadakan evaluasi diri sendiri dengan memperoleh umpan balik dari setiap peserta didik yang dapat dipakai sebagai bahan untuk memperbaiki dan meningkatkan dirinya. Pelaksanaan proses evaluasi seharusnya mengikutkan sertakan guru, dengan begitu para guru akan lebih menyadari kelemahannya, sehingga ia berusaha meningkatkan kemampuannya tanpa suatu paksaan dan tekanan dari orang lain.[3]
Selain itu ia juga dibantu dalam merefleksikan dirinya sendiri, yaitu dengan konsep dirinya (self concept), idea/cita-citanya (self idea), realitas dirinya (self reality). Misalnya pada akhir semester ia dapat mengadakan evaluasi diri sendiri dengan memperoleh umpan balik dari siswa yang dapat dipakai sebagai bahan untuk memperbaiki dan meningkatkan dirinya.[4]
Dalam peranannya sebagai supervisor mempunyai tugas utama meningkatkan kemampuan guru dalam pembelajaran. Selain itu terdapat tugas-tugas yang lain yaitu:
a.       Mengembangkan kurikulum
b.      Pengorganisasian pengajaran
c.       Pengadaan staf
d.      Penyediaan fasilitas
e.       Penyediaan bahan pengeajaran
f.        Penyusunan penataran pendidikan
g.      Pemberian orientasi anggota staf
h.      Pelayanan murid
i.        Hubungan masyarakat
j.        Penilaian pengajaran

  1. Kriteria Supervisor dalam Supervisi Pendidikan
Untuk mendukung peran-peran supervisor sehingga menjadi seorang supervisor yang baik maka ia harus mengetahui karakteristik supervisor ideal, yaitu:[5]
1.      Integritas. Supervisor haruslah berintegritas, artinya melaksanakan apa yang diucapkannya dan menjadi teladan atauwalk the talktidak “asbun”
2.      Koperatif. Supervisor harus bisa bekerja sama dengan bawahan, sesama supervisor, dan atau manajernya.
3.      Kompeten, Supervisor haruslah orang yang kompeten di bidangnya.
4.      Komunikatif. Sebagai seorang supervisor yang pasti berhubungan dengan orang lain, seorang supervisor harus memiliki kemamuan komunikasi yang baik sehingga perkataannya mudah diterima oleh orang lain dan dapat dilaksanakan.
Disamping seorang supervisor harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan kualifikasi, ia juga diharuskan memiliki kompetensi lain, di antaranya yaitu:
a.       Kompetensi Kepribadian
1.      Menyadari akan tugas dan tanggungjawabnya sebagai pengawas satuan pendidikan yang professional
2.      Kreatif dalam bekerja dan memecahkan masalah baik yang berkaitan dengan kehidupan pribadinya maupun tugas-tugas profesinya
3.      Memiliki rasa ingin tahu akan hal-hal baru tentang pendidikan dan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang menunjang profesinya.
b.      Kompetensi Manajerial
1.      Menguasai metode, teknik dan prinsip-prinsip supervisi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
2.      Menyusun program kepengawasan berdasarkan visi-misi-tujuan dan program sekolah-sekolah binaannya.
3.      Menyusun metode kerja dan berbagai instrumen yang diperlukan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi pengawasan.
4.      Membina kepala sekolah dalam mengelola satuan pendidikan berdasarkan manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah (MPMBS).
5.      Membina kepala sekolah dalam melaksanakan administrasi satuan pendidikan meliputi administrasi kesiswaan, kurikulum dan pembelajaran, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pembiayaan, keuangan,lingkungan sekolah dan peran serta masyarakat.
6.      Membantu kepala sekolah dalam menyusun indikator keberhasilan mutu pendidikan di sekolah.
7.      Membina staf sekolah dalam melaksanakan tugas pokok dan tanggung jawabnya.
8.      Memotivasi pengembangan karir kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
9.      Menyusun laporan hasil-hasil pengawasan pada sekolah-sekolah binaannnya dan menindak lanjutinya untuk perbaikan mutu pendidikan dan program pengawasan berikutnya.
10.  Mendorong guru dan kepala sekolah untuk menemukan kelebihan dan kekurangan dalam melaksanakan tugas pokoknya.
11.  Menjelaskan berbagai inovasi dan kebijakan pendidikan kepada guru dan kepala sekolah.
12.  Memantau pelaksanaan inovasi dan kebijakan pendidikan pada sekolah-sekolah binaannya.
c.       Kompetensi Sosial
1.      Menyadari akan pentingnya bekerja sama dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan kualitas diri dan profesinya.
2.      Menangani berbagai kasus yang terjadi di sekolah atau di masyarakat .
3.      Aktif dalam kegiatan organisasi atau lembaga.

BAB III
PENUTUP
  1. KESIMPULAN
1.      Peranan seorang supervisor ialah membantu, memberi support, dan mengikut sertakan guru, tidak hanya terus-menerus mengarahkan  sehingga  menjadikannya otoriter.
2.      Untuk menjadi supervisor yang dapat meningkatkan mutu pendidikan serta meningkatkan kinerja guru sebagai fungsional pendidikan maka diperlukan profesionalisme seorang supervisor yang meliputi berbagai aspek.


DAFTAR PUSTAKA

B. Suryo Subroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, Rineka Cipta, Jakarta, 2004
Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2008
Http://sarkopas.blogspot.com/2013/02/peran-dan-objek-supervisi-pendidikan_4.html,
Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, Gaung Persada Press, Jakarta, 2009
Kisbiyanto, Supervisi Pendidikan, STAIN Kudus, Kudus, 2008
Http://kreatifpangkalpintar.wordpress.com/2011/04/25/karakteristik-kompetensi-dan-ciri-ciri-supervisor-yang-baik/,



[1] B. Suryo Subroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hal. 178-179
[2] Piet A. Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan dalam rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, PT Rineka Cipta, Jakarta, 2008, hal. 25
[3] http://sarkopas.blogspot.com/2013/02/peran-dan-objek-supervisi-
[4] Mukhtar dan Iskandar, Orientasi Baru Supervisi Pendidikan, Gaung Persada Press, Jakarta, 2009 hal. 45-46
[5] Kisbiyanto, Supervisi Pendidikan, STAIN Kudus, Kudus, 2008, hal. 32-33

TINJAUAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM TERHADAP KURIKULUM


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Pendidikan Islam secara fungsional adalah merupakan upaya manusia muslim merekayasa pembentukan al insan al kamil melalui penciptaan institusi interaksi edukatif yang kondusif. Dalam posisinya yang demikian, pendidikan islam adalah model rekayasa individual dan social yang paling efektif untuk menyiapkan dan menciptakan bentuk masyarakat ideal ke masa depan. Sejalan dengan konsep perekayasaan masa depan umat, maka pendidikan Islam harus memiliki seperangkat isi atau bahan yang akan ditransformasikan kepada peserta didik agar menjadi milik dan kepribadiannya sesuai dengan idealitas Islam. Untuk itu perlu dirancang suatu bentuk kurikulum pendidikan Islam yang sepenuhnya mengacu pada nilai-nilai asasi ajaran Islam. Dalam kaitan inilah diharapkan filsafat pendidikan Islam mampu memberikan kompas atau arah terhadap pembentukan kurikulum pendidikan yang Islami.

  1. Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam?
2.      Apa Saja Cakupan Kurikulum pendidikan islam?
3.      Apa Saja Asas-Asas Kurikulum Pendidikan Islam?
4.      Apa Saja Kriteria Kurikulum Pendidikan Islam?

  1. Tujuan Pembahasan
1.      Untuk Mengetahui Apa Pengertian Kurikulum pendidikan Islam
2.      Untuk Mengetahui Apa Saja Cakupan Kurikulum pendidikan islam
3.      Untuk mengetahui apa saja asas-asas kurikulum pendidikan islam
4.       Untuk mengetahui bagaimana kriteria kurikulum pendidikan islam

BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam
Secara etimologi kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang artinya jarak yang harus ditempuh oleh pelari. Istilah ini pada mulanya digunakan dalam dunia olehraga. Berdasarkan pengertian ini, dalam konteksnya dengan dunia pendidikan menjadi “circle of instruction” yaitu suatu lingkaran pengajaran dimana guru dan murid terlibat didalamnya.[1]
Dalam kosa kata Arab, istilah kurikulum dikenal dengan kata manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya. Apabila pengertian ini dikaitkan dengan pendidikan, maka manhaj atau kurikulum berarti jalan terang yang dilalui pendidik atau guru dengan orang-orang yang dididik untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap mereka.[2]
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kurikulum itu adalah merupakan landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan ketrampilan dan sikap mental. Ini berarti bahwa proses kependidikan Islam bukanlah suatu proses yang dapat dilakukan secara serampangan, akan tetapi hendaknya mengacu pada konseptualisasi manusia paripurna – baik sebagai khalifah maupun ‘abd - melalu transformasi sejumlah pengetahuan ketrampilan dan sikap mental yang harus tersusun dalam kurikulum pendidikan Islam. Disinilah filsafat pendidikan Islam dalam memberikan pandangan filosofis tentang hakikat pengetahuan, ketrampilanm dan sikap mental yang dapat dijadikan pedoman dalam pembentukan manusia paripurna (al- insan al-kamil).
Selain itu, ada pula yang berpendapat bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang disiapkan berdasarkan rancangan yang sistematik dan koordinatif dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan.[3]Selanjutnya, sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan dunia pendidikan, definisi kurikulum sebagaimana disebutkan di atas dipandang sudah ketinggalam zaman. Saylor dan Alexander, mengatakan bahwa kurikulum bukan hanya sekedar memuat sejumlah mata pelajaran, akan tetapi termasuk juga di dalamnya segala usaha lembaga pendidikan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, baik usaha tersebut dilakukan di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.[4]
  1. Cakupan Kurikulum
Dengan demikian cakupan bahan pengajaran yang terdapat dalam kurikulum pada masa sekarang nampak semakin luas. Berdasarkan pada perkembangan yang seperti ini, maka para perancang kurikulum meliputi empat bagian. Pertama, bagian yang berkenaan dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh proses belajar mengajar. Kedua, bagian yang berisi pengetahuan, informasi-informasi, data, aktivitas-aktivitas, dan pengalaman-pengalaman yang merupakan bahan bagi penyusunan kurikulum yang isinya berupa mata pelajaran dalam silabus. Ketiga, bagian berisi metode penyampaian. Keempat, bagian yang berisi metode penilaian dan pengukuran atas hasil pengajaran tersebut.
  1. Asas-Asas Kurikulum Pendidikan Islam
Suatu kurikulum pendidikan, termasuk pendidikan Islam, hendaknya mengandung beberapa unsur utama seperti tujuan, isi mata pelajaran, metode mengajar, dan metode penilaian.[5]Kesemuaannya harus tersusun dan mengacu pada suatu sumber kekuatan yang menjadi landasan dalam pembentukannya. Sumber-sumber tersebut dikatakan sebagai asas-asas pembentukan kuriulum pendidikan.[6]
Menurut mohammad al Thoumy al Syaibany,asas-asa umum yang menjadi landasan pembentukan kurikulum dalam pendidikan Islam adalah:
a.       Asas Agama
Seluruh sistem yang ada dalam masyarakat Islam, termasuk sistem pendidikannya harus meletakan dasar falsafah, tujuan, dan kurikulumnya pada ajaran Islam yang meliputi aqidah, ibadah dan muamalah. Hal ini bermakna bahwa itu semua pada akhirnya harus mengacu pada dua sumber utama syariat Islam, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Sementara sumber lainnya sering dikategorikan sebagai metode seperti ijma, qiyas dan ihtisan.
Pembentukan kurikulum pendiidkan Islam harus diletakan pada apa yang telah digariskan oleh 2 sumber tersebut dalam rangka menciptakan mausia yang bertaqwa sebagai ‘abid dan khalifah dimuka bumi.
b.      Asas Falsafah
Dasar ini memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam, dengan dasar filosofis, sehingga susunan kurikulum pendidikan Islam mengandung suatu kebenaran, terutama dari sisi nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini kebenarannya. Secara umum, dasar falsafah ini membawa konsekwensi bahwa rumusan kurikulum pendidikan Islam harus beranjak dari konsep ontologi, epistemologi dan aksiologi yang digali dari pemikiran manusia muslim, yang sepenuhnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai asasi ajaran Islam.
c.       Asas Psikologis
Asas ini memberi arti bahwa kurikulum pendidikan Islam hendaknya disusun dengan mempertimbangkan tahapan-tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui anak didik. Kurikulum pendidikan Islam harus dirancang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan anak didik, tahap kematangan bakat-bakat jasmani, intelektual, bahasa, emosi dan sosial, kebutuhan dan minat, kecakapan dan perbedaan individual dan aspek lainnya yang berhubungan dengan aspek-aspek psikologis.
d.      Asas Sosial
Pembentukan kurikulum pendidikan Islam harus mengacu ke arah realisasi individu dalam masyarakat. Pola yang demikian ini berarti bahwa semua kecenderungan dan perubahan yang telah dan bakal terjadi dalam perkembangan masyarakat manusia sebagai mahluk sosial harus mendapat tempat dalam kurikulum pendidikan Islam. Hal ini dimaksudkan agar out-put yang diahasilkan menjadi manusia yang mampu mengambil peran dalam masyarakat dan kebudayaan dalam konteks kehidupan zamannya.
Keempat asas tersebut di atas harus dijadikan landasan dalam pembentukan kurikulum pendidikan Islam. Perlu ditekankan bahwa antara satu asas dengan asas lainnya tidaklah berdiri sendiri-sendiri, tetapi harus merupakan suatu kesatuan yang utuh sehingga dapat membentuk kurikulum pendidikan Islam yang terpadu, yaitu kurikulum yang relevan dengan kebutuhan pengembangan anak didik dalam unsur ketauhidan, keagamaan, pengembangan potensinya sebagai khalifah, pengembangan kepribadiannya sebagai individu dan pengembangannya dalam kehidupan sosial.[7]
  1. Kriteria Kurikulum Pendidikan Islam
Berdasarkan pada asas-asas tersebut, maka kurikulum pendidikan Islam menurut An Nahlawi harus pula memenuhi kriteria sebagai berikut:
    1. Sistem dan perkembangan kurikulum hendaknya selaras dengan fitrah insani sehingga memiliki peluang untuk mensucikannya, dan menjaganya dari penyimpangan dan menyelamatkannya.
    2. Kurikulum hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan akhir pendidikan Islam, yaitu ikhlas, taat beribadah kepada Allah, disamping merealisasikan tujuan aspek psikis, fisik, sosial, budaya maupun intelektual.
    3. Pentahapan serta pengkhususan kurikulum hendaknya memperhatikan periodesasi perkembangan peserta didik maupun unisitas (kekhasan) terutama karakteristik anak-anak dan jenis kelamin.
    4. Dalam berbagai pelaksanaan, aktivitas, contoh dan nash yang ada dalam kurikulum harus memelihara kebutuhan nyata kahidupan masyarakat dengan tatap bertopang pada cita ideal Islami, seperti tasa syukur dan harga diri sebagai umat Islam.
    5. Secara keseluruhan struktur dan organisasai kurikulum hendaknya tidak bertentangan dan tidak menimbulkan pertentngan dengan polah hidup Islami.
    6. Hendaknya kurikulum bersifat realistik atau dapat dilaksanakan sesuai dengan situasi dan kondisi dalam kehidupan negara tertentu.
    7. Hendaknya metoda pendidikan atau pengajaran dalam kurikulum bersifat luwes sehingga dapat disesuaikan berbagai situasi dan kondisi serta perbedaan individual dalam menangkap dan mengolah bahan pelajaran.
    8. Hendaknya kurikulum itu efektif dalam arti berisikan nilai edukatif yang dapat membentuk afektif (sikap) Islami dalam kepribadian anak.
    9. Kurikulum harus memperhatikan aspek-aspek tingkah laku amaliah Islami, seperti pendidikan untuk berjihad dan dakwah Islamiyah serta membangun masyarakat muslim dilingkungan sekolah.

BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
1.      Secara etimologi kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang artinya jarak yang harus ditempuh oleh pelari.
2.      Berdasarkan pada perkembangan yang seperti ini, maka para perancang kurikulum meliputi empat bagian. Pertama, bagian yang berkenaan dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh proses belajar mengajar. Kedua, bagian yang berisi pengetahuan, informasi-informasi, data, aktivitas-aktivitas, dan pengalaman-pengalaman yang merupakan bahan bagi penyusunan kurikulum yang isinya berupa mata pelajaran dalam silabus. Ketiga, bagian berisi metode penyampaian. Keempat, bagian yang berisi metode penilaian dan pengukuran atas hasil pengajaran tersebut
3.      Asas-Asas kurikulum meliputi, Asas Agama, Asas Falsafah, Asas Psikologis, dan Asas Sosial
4.      Kurikulum hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan akhir pendidikan Islam, yaitu ikhlas, taat beribadah kepada Allah, disamping merealisasikan tujuan aspek psikis, fisik, sosial, budaya maupun intelektual.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Syaibani, Omar Muhammad Al-Thoumy. Falsafah Pendidikan Islam. (Jakarta: Bulan Bintang. 1979)
An Nahlawi, Abdurrahman. Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam. (Bandung: CV Dipenogoro. 1992)
Arifin, M. Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bina Aksara. 1990)
Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Cet. I. (Jakarta: Bumi Aksara. 1991).
Langgulung, Hasan. Azas-Azas Pendidikan Islam. (Jakarta: Pustaka Al Husna. 1992)
Mulkhan, Abdul Munir. Paradigma Intelektual Muslim; pengantar filsafat pendidikan Islam dan Dakwah. (Yogyakarta: Sippres. 1993)
Nasution, S. Pengembangan Kurikulum. Cet. IV. (Bandung: Citra Adirya Sakti. 1991).
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam 1. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1997)
Nizar, Samsul dan Al Rasyid. Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis. (Jakarta: Ciputat Press. 2005)
Syam, Mohammad Noor. Falsafah Pendidikan Pancasila. (Surabaya: Usaha Nasional. 1996)



[1] Al Rasyid dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), hal. 55
[2] Omar Muhammad Al-Thoumy Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 478
[3] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam 1, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), h. 123
[4] Lihat S Nasution, Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Citra Adirya Nakti, 1991), cet. IV, h. 9
[5] Hasan Langgulung, Azas-Azas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al Husna, 1992), h. 304
[6] Omar Muhammad Al-Thoumy Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 523
[7] Abdurrahman An Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung: CV Dipenogoro, 1992), h. 273